Perangkap Pesona Pokemon
Seorang pria menunduk melihat ponsel yang sedang digenggamnya. Sementara di lehernya, seekor Pikachu duduk di atas pelana sembari memegang tali kemudi yang diikatkan ke kepala si pria. Gambar buatan Pawel Kuczynski itu tiba-tiba viral di linimassa dan menimbulkan perang opini. Amarah jelas meletup dari jajaran poketrainer, para pemain gim Pokemon Go di ponsel pintar, terhadap gambar itu karena dianggap menyindir keras mereka.
Amarah serupa sempat pula terletup dari pena Jean Baudrillard, sosiolog Perancis. Baudrillard lah yang menulis dengan amarah petitih “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning” dalam bukunya Simulacra and Simulation.
Tulisan Baudrillard tadi mengkritik keras masyarakat pasca kolonialisme yang terjebak dalam media dan menihilkan sikap produktif. Akibatnya, masyarakat dunia modern didominasi oleh model sibenertika, sistem pengendali informasi hiburan dan industri pengetahuan. Mereka hidup dalam realitas yang semu dan terjebak pada implosi, sulit membedakan hal-hal yang riil dari penanda hal-hal riil.
Baik Baudrillard maupun Kuczynski berada pada posisi yang berseberangan dengan poketrainer. Oposisi pendapat, mendukung atau menolak Pokemon Go, berkembang seiring tingginya kegemaran terhadap gim itu. Baru dirilis pada 6 Juli 2016 lalu di 3 negara saja, Pokemon Go melesat menggaet pecinta games dan kini sudah diunduh lebih dari 75 juta kali di seluruh dunia.
Indonesia bisa jadi tidak sedikit pun masuk dalam hitungan 75 juta unduhan tadi karena Pokemon Go belum resmi dirilis untuk kawasan ini. Namun, keinginan penggemarnya untuk memainkan gim itu tidak serta merta terkikis. Menggunakan akses jalur belakang, mereka membuat berkas Pokemon Go yang dapat di-install ke dalam perangkat ponsel untuk dimainkan secara bebas. Alhasil sejak awal Juli 2016, seiring dengan dirilisnya Pokemon Go di Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat, para pemain Pokemon Go di Indonesia turut bermunculan.
Hingga kini, daya pikat Pokemon Go begitu menggoda pecinta gim Indonesia. iPrice, startup yang bergerak di bidang indeks pencarian terpopuler, merilis indeks yang menunjukkan popularitas Pokemon Go di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara. Dalam soal penasaran akan permainan ini, Indonesia mengalahkan Singapura, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Dampak riilnya terlihat ketika banyak pejalan kaki yang memainkan ponsel mereka. Mereka adalah poketrainer yang berjalan ke sana ke mari sembari memakukan mata mereka pada layar ponselnya. Dengan sabar, mereka menunggu ponsel bergetar yang menandakan ada pokemon yang muncul untuk ditangkap.
Para poketrainer kemudian berlomba menangkap sebanyak-banyaknya jenis pokemon dan mengevolusikannya, lalu berjuang untuk meletakkan tapal-tapal kekuasaannya dengan merebut pokegym-pokegym yang tersebar di sekujur kota. Dengan merebut dan menguasai pokegym, mereka meneguhkan supremasi diri atas poketrainer lainnya.
Menguasai pokegym bisa dilakukan sendiri atau melalui tim yang bisa dipilih oleh poketrainer setelah mencapai level terentu yakni Valor (digambarkan bernuansa merah), Mystic (biru), dan Instinct (kuning). Melalui tim-tim itu, Poketainer saling bahu-membahu menaikkan level agar satu tim bisa menguasai sebanyak-banyaknya pokegym yang tersedia.
Gim Pokemon Go begitu menarik pecinta karena menggunakan basis teknologi Realitas Tertambah (Augmented Reality). Realitas Tertambah mengintegrasikan benda maya dua atau tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata. Dalam kasus Pokemon Go, realitas maya yang diciptakan oleh Niantics, pengembang Pokemon Go, ditambahkan ke dalam keseharian kita melalui peta berbasis GPS. Poketrainer pun harus menjelajah untuk bisa menemukan Pokemon.
Simulasi dan simultansi yang diciptakan gim Pokemon Go lalu membuat jejaring pertemanan baru. Awalnya jejaring itu timbul dari sesama poketrainer kemudian menyempit berdasarkan segregasi tim. Valor berafiliasi dengan valor, begitu pula Mystic dan Instict. Tujuan mereka tetap tidak berubah: mencari pokemon sebanyak dan sekuat-kuatnya lalu menguasai pokegym.
Pokemon Go mulai menjadi masalah ketika muncul insiden-insiden sebagai imbas permainan ini. Di Irlandia, seorang poketrainer tiba-tiba melompat ke jalan raya demi menangkap seekor pokemon langka, sedangkan di Jepang seorang mahasiswa terjatuh dari tangga yang menyebabkan wajahnya berlumuran darah akibat keasyikan bermain Pokemon Go. Di Indonesia, potensi kecelakaan akibat Pokemon Go juga timbul dari poketrainer yang seringkali berhenti mendadak ketika mereka bermain sembari mengendarai motor.
Di sini kritik dari Pawel Kuczynski dan Jean Baudrillard menemukan objeknya. Dalam istilah Baudrillard, inilah yang disebut hiperrealitas, yaitu efek, keadaan, atau pengalaman kebendaan dan atau ruang yang dihasilkan dari proses implosi. Dalam dunia hiperrealitas, realitas disalin lalu didekodifikasikan sehingga manusia berada di antara mimpi, fantasi, ilusi, atau halusinasi.
Para poketrainer mulai tidak bisa membedakan antara realitas tempat mereka hidup dan salinan realitas yang tergambar dalam gim Pokemon. Mereka hidup dalam alam khayali ponsel dan perlahan mengabaikan realitas di sekelilingnya, termasuk bahaya-bahaya yang datang mendekat. Kasus di Jepang tadi adalah sebuah contoh. Sang pemuda merasa dirinya ada di dalam gim tersebut sampai tidak mengacuhkan jalan yang ditapakinya hingga akhirnya ia jatuh dan terluka.
Hiperrealitas juga membuat poketrainer menumpahkan emosi mereka terhadap citra-citra yang diberikan oleh gim Pokemon Go seperti keriaan yang dirasakan poketrainer ketika mendapat pokemon langka atau ketika berhasil membuat pokemon berevolusi. Emosi-emosi itu menjadi candu yang menyebabkan poketrainer makin terpaku dengan layar ponsel dan makin berasa hidup di dalamnya. Fragmen ini yang kemudian diabadikan Kuczynski dalam gambar yang satir itu.
Tapi, pilihan dikembalikan ke tangan manusia. Pokemon Go adalah sebuah permainan yang seharusnya tidak memisahkan manusia dari realitas. Alih-alih tenggelam di dalamnya, Pokemon Go bisa digunakan untuk menyokong kehidupan riil melalui jejaring pertemanan sesama pemain yang, dengan melakukannya, akan menegasikan pendapat Kuczynski. Dengan demikian, poketrainer bisa memilih untuk diam atau lepas dari perangkap pesona gim Pokemon Go yang memang memikat.