resensi

Rangkaian Keajaiban di Semesta Fantasi Ziggy

[soliloquy id=”0″]

resensi novel Semua Ikan di Langit

Itu adalah buku tentang petualangan yang dikomandoi seorang anak lelaki dan membawa rombongannya  berpindah-pindah: dari bumi, luar angkasa, hingga seluruh semesta. Masing-masing cerita dijeda oleh ilustrasi yang digambar sendiri oleh penulisnya. Tahu buku apa yang sedang kita bicarakan?

Jika menyukai sastra lawas, barangkali Anda akan mengasosiasikannya dengan karya penulis Perancis, Antoine de Saint-Exupery, “The Little Prince”. Sayangnya, bukan Si Pangeran Kecil yang sedang kita membicarakan. Meski memiliki kemiripan dalam beberapa aspek tadi, kita tidak akan membicarakan novel dari tahun 1943 itu tetapi novel yang terbit baru-baru ini. Ditahbiskan menjadi juara Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016, novel ini berjudul “Semua Ikan di Langit”. Sebuah Novel yang mendendangkan imajinasi dan fantasi dengan kelezatan aduhai.

“Semua Ikan di Langit” menceritakan sebuah Bus Damri yang tadinya bertrayek Dipatiukur – Leuwipanjang. Namun, itu dulu, sebelum Bus Damri itu diajak bertualang oleh Beliau dan kawanan ikan julung-julung. Beliau adalah nama salah satu karakter dalam novel ini. Wujudnya anak kecil, pucat, tidak bernapas, dan tidak bicara. Karakter lainnya adalah Bus Damri itu sendiri.

Bersama-sama, mereka pergi menjelajah angkasa, melintasi dimensi ruang dan waktu. Pelbagai makhluk mereka temui. Aneka kisah mereka tatah.

Yang terjadi setelahnya adalah cerita-cerita yang mengalir deras. Baik lewat interaksi antara Beliau dan rombongannya, maupun antara rombongan Beliau dan makhluk-makhluk aneh lainnya. Dalam buku yang ‘hanya’ memiliki 259 halaman, “Semua Ikan di Langit” mampu melukis imajinasi dengan begitu liar dan sungguh kaya. Pun begitu, tak sedikit pun keindahan dan kekukuhan alur cerita lantas ditanggalkan.

Bagaimana bisa?

Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, sang penulis, tahu betul cara menyampaikan cerita dengan enak. Ia mencacah novel ini menjadi bab-bab pendek. Di antara satu bab dengan yang lainnya, Ziggy menggambar sendiri ilustrasi dari adegan-adegan dalam cerita. Pendekatan yang membuat pembaca tidak lekas bosan.

Masing-masing bab pun mengurai fragmen yang terlihat berdiri sendiri. Tak lupa, Ziggy juga memberikan latar belakang untuk setiap tokoh, menakar ulang relasi antar-ceritanya, kemudian menyatukan cerita dengan fragmen-fragmen pendek itu dalam kanvas besar imajinasinya.

salah satu ilustrasi yang dibuat oleh Ziggy dalam Semua Ikan di Langit

Bayangkan saja, segera setelah Bus Damri ikut rombongan Beliau, mereka bertamu ke sebuah ruang bernama Kamar Paling Berantakan di Seluruh Dunia. Kemudian, berjumpa dengan Nadezhda, kecoa yang disiksa di luar angkasa. Lalu Shoshanna, korban Perang Dunia kedua. Seorang Pria jahat. Tukang Sepatu. Penjual Roti. Pohon Besar di luar angkasa dan anak-anaknya. Seorang Hamba. Serta masih banyak karakter khayali lainnya.

Masing-masing pertemuan menghasilkan kisah dengan warna berbeda. Perlahan tapi pasti, kisah-kisah itu menampakkan sudut pandang yang ada di benak tiap karakter. Di situ letak kejutannya: kisah yang semula terasa acak, rupanya saling berjalin, berkait kelindan, dan menjadi satu narasi besar.

Yang mengagumkan setelahnya – juga atraktif sekaligus mengesalkan – adalah keputusan Ziggy menyerahkan tugas bercerita kepada Bus Damri. Selain menjadi sebuah karakter, Bus gembrot itu juga bisa bercerita. Sendirian, ia menafsir, mengukir, sekaligus menjelaskan segala emosi dalam setangkup novel ini.

Ziggy memberi Bus Damri itu aneka atribut untuk mengindra dan berkomunikasi, hingga otoritas untuk berasumsi. Ia bisa mendengar lewat lantai. Siapa pun yang menapakkan kaki ke dalam bus dan menginjak lantainya, akan menceritakan sebagian kisah hidupnya tanpa mereka sadari. Ia juga bisa menangis melalui kaca spionnya. Marah dengan menyemburkan asap melalui knalpot. Bisa bingung. Dan tentu saja bisa bahagia.

Dengan cara begitu, juga lewat penceritaan yang dituturkan Bus Damri, kita diajak memahami posisinya sebagai penanda atas dua hal. Pertama, benda mati yang mengalami personifikasi, atau; kedua, metafora dari manusia itu sendiri. Dua hal yang sebenarnya tak beda-beda amat. Konsekuensi dari pemahaman ini adalah keberpihakan kita kepada kemungkinan persepsi: keseluruhan novel, adalah tafsir dari sejarah manusia.

Pikiran semacam itu hadir tak lain karena dialog dan persepsi yang maujud, terutama antara Bus Damri dan Beliau. Ziggy membuat bab tentang “Mengenal Beliau” hingga lima kali. Dalam bab-bab itu, Bus Damri menarasikan Beliau sebagai zat yang Maha. Beliau bisa membuat galaksi dari permen, memberikan kebahagiaan dengan menjahit hati, dan murka kepada mereka yang tidak percaya padanya.

Mau-tidak-mau, kita akan “dipaksa” mengasosiasikan Beliau dengan pemahaman kolektif kita tentang sifat-sifat ilahiah. Terlebih di fragmen-fragmen lain diceritakan secara konsisten kalau si Bus Damri juga tak bisa menerka keinginan Beliau. Ada jarak di antara keduanya yang direpresentasikan lewat perwujudan Beliau yang terus mengambang dan tak pernah menyentuh lantai bus. Ada pula fragmen yang bisa ditafsir sebagai pengejawantahan konsep pahala dan dosa. Atau keajaiban-keajaiban lain yang lebih fantasi dari seluruh alam fantasi novel ini. Dan kesemua itu dipertontonkan oleh Beliau di hadapan Bus Damri.

Apakah tafsiran itu benar?

Barangkali para pemeluk agama-agama abrahamik bakal sepakat kalau pengasosiasian kisah-kisah agama mereka memang hadir dalam novel ini. Namun, jika pembacanya bukan pemeluk agama abrahamik (atau tak terlalu akrab dengan kisah agamanya sendiri), “Semua Ikan di Langit” tetap terbaca sebagai novel dengan cita rasa lezat dengan luasnya cakrawala fantasi yang diciptakan oleh Ziggy.

Semuanya sah-sah saja, tapi bisa dikatakan jika pilihan terakhirlah yang terbaik. Melepaskan semua asumsi akan membuat pengalaman membaca novel ini menjadi sangat kaya. Kita akan menikmati tanjak-tukiknya emosi dan fantasi yang dijelentrehkan dengan baik oleh Ziggy. Kita pun bisa memahami (atau malah tidak memahami?) kalau keajaiban dan fantasi memang harusnya dinikmati tanpa presumsi berapi-api.

“Orang-orang yang percaya bahwa ia bisa menemukan penjelasan di balik keajaiban mungkin tidak percaya ‘keajaiban’ itu ada sama sekali.” (Semua Ikan di Langit, hal. 162)

Judul                     : Semua Ikan di Langit
Pengarang            : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit                : Grasindo
Jumlah Halaman  : 259 Halaman
Tahun                   : 2017

 

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *