upakyana

#KartiniDJP Emie Zulaikhah: Ibu Delapan Anak yang Tetap Perkasa

Emi Zulaikha

Dikaruniai delapan orang anak tidak pernah sedikit pun mengendurkan itikad Emie Zulaikhah untuk bekerja sebaik-baik dan sehormat-hormatnya. Meski terkadang didera keharusan bekerja lembur di malam hari maupun akhir pekan, Emie selalu berkomitmen dalam melaksanakannya. Ia sangat fokus, disiplin, dan sebisa mungkin tidak membuang-buang waktu di kantor untuk hal-hal yang tak ada kaitannya dengan pekerjaan.

Sebagai Account Representative KPP Pratama Yogyakarta, ia adalah seorang teladan. Semua pekerjaan dilahap hingga tuntas dan hasilnya pun rapi. Saat sedang menghadapi wajib pajak, ia berlaku tegas dan pantang menyerah meski problem yang dihadapi seringkali tidak mudah. Aral setebal apapun ia tebas demi menyelesaikan tugas yang sudah ia panggul. Semangat dan kerja kerasnya adalah panutan rekan-rekan kerja lain.

Emie memiliki latar belakang pendidikan pajak bumi dan bangunan. Sesuatu yang usang dengan pekerjaannya sekarang karena pengelolaan PBB sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Tapi, itu hanya soal remeh yang tidak membuatnya takluk dan patah arang. Lewat semangat belajar yang tinggi, Emie yang pada awalnya tidak banyak paham tentang PPh dan PPN, pelan tetapi pasti belajar, bertanya, dan berdiskusi kepada teman-temannya untuk memperdalam pemahaman yang ia punya.

Rangkaian sikap Emie yang ulet, tekun, teliti, dan pantang menyerah menjadikannya Account Representative terbaik se-Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2016.

bersama wajib pajak

Pekerjaan adalah amanah yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati sebagai bagian dari Ibadah kepada Allah SWT. Prinsip ini dipegang teguh oleh Emie. Maka bekerja hingga malam dan akhir pekan pun ia jalani dan kesemuanya diikhtiarkan sebagai manifestasi relasi transenden dengan Sang Khalik.

Hebatnya, semua itu tidak sedikit pun mengurangi perannya sebagai Ibu dari delapan anak-anaknya. Setiap pagi, meskipun dengan grusa-grusu, ia menyiapkan keperluan sekolah mereka. Sepulang kerja, ia pun menyempatkan diri bercengkrama dan mendidik mereka.

Keluarga tetaplah permata yang berharga baginya. Jika anaknya sakit, ia meminta izin untuk tidak masuk bekerja dan mengompensasi waktu pekerjaan yang ia ambil untuk keluarga dengan bekerja lebih. Bahkan, terkadang, waktu istirahat pun ia gunakan untuk tetap bekerja.

Meski tinggal berjauhan dengan suami yang bertugas di Boyolali, Emie tetap menggelorakan semangat untuk membuat keluarganya selalu merasa dekat. Ia mendidik anak-anaknya untuk mandiri, saling hormat, dan bisa menjaga satu sama lain. Ia, dengan penuh peluh, menyeimbangkan antara kerja dan keluarga hingga akhirnya, mampu berprestasi di kedua bidang dengan sama baiknya.

Emie, mungkin adalah imaji yang pernah diserat Kartini pada tahun 1903, bahwa “Sebagai seorang ibu, wanita merupakan pengajar dan pendidik yang pertama. Dalam pangkuannyalah seorang anak pertama-tama belajar merasa, berpikir dan berbicara, dan dalam banyak hal pendidikan pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh hidup anak. Tangan ibulah yang dapat meletakkan dalam hati sanubari manusia unsur pertama kebaikan atau kejahatan, yang nantinya akan sangat berarti dan berpengaruh pada kehidupan selanjutnya.”  (Berikanlah Pendidikan Kepada Bangsa Jawa” baca: Indonesia – Nota R.A. Kartini tahun 1903). (*MCS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *